Hubungi Kami




Alien di Pelataran Rumah – Penimbun Peluru
Harga aslinya adalah: Rp52,000.00.Rp50,000.00Harga saat ini adalah: Rp50,000.00.
AKU, IBUK, DAN PUISI:
Pengantar buat Alien
Ibuk adalah sosok yang tak bisa luput dari setiap hal dalam hidupku. Sebagian dari kalian mungkin tahu, aku sangat menggandrungi puisi: meski tak pandai menulisnya. Kegandrunganku akan puisi juga tak lepas dari peran ibuk.
Ibuklah penyair pertama yang aku kenal. Ya, ibuk adalah penyair yang kalah oleh keadaan. Ia harus menyudahi kepenyairannya karena rabun yang menggerogoti matanya.
Apakah ibuk menerbitkan buku? Tidak. Tapi, ibuk pernah rajin sekali menulis puisi. Ibuk juga pernah rajin mengirim puisi-puisinya ke radio.
Aku masih sangat ingat, ibu pernah bercerita. Tiap Minggu, ibuk mengirimkan tulisan-tulisan ke Radio TT 77, sebuah stasiun radio kondang di kota Malang era 80-an. Di sela-sela kesibukannya menjaga toko, ibuk khusyuk dan khidmat menulis.
Kamsatina Ulfania. Ya, nama pena ibuk di radio itu adalah Kamsatina Ulfania. Entah berapa puisi yang sudah dikirim Kamsatina Ulfania ke TT 77, yang jelas, ketika bercerita kepadaku (dengan penuh semangat), ibuk hanya bilang “tiap Minggu”.
Saat mendapat cerita itu, aku takjub. Ibuk, yang hanya lulusan SD—karena jadi korban istilah 3M (Macak-Masak-Manak)— mampu terus melakukan baca-tulis, bahkan menulis puisi. Sungguh, Ibuk adalah pemberontak yang tangguh.
Dari cerita ibuk inilah aku mulai tertarik belajar puisi. Ibuk pun terus mendorongku untuk tidak berhenti menulis. Ia hanya berpesan, “kamu harus terus menulis, tapi jangan mencari kehidupan dari menulis. Kamu boleh jadi penyair, tapi jangan bekerja sebagai penyair, penyair itu akrab dengan hidup susah dan perut yang lapar.”
Maka buku ini lahir sebagai penanda dan doa. Penanda bahwa aku masih menulis puisi. Entah sampai kapan, barangkali sampai aku mati atau sampai mataku tak bisa melihat lagi. Doa buat Ibuk yang semoga tenang di surga. Sebab aku tetaplah anaknya, yang terus menulis puisi.
Malang, 2025
Agyl Ramadhan
Adalah seorang aktivis di bidang komunitas seni. Ia merupakan co-founder Komunitas Sastra Halaman Delapan, sebuah lingkar sastra yang berupaya menjaga napas kehidupan melalui cerita. Selain itu, ia juga aktif berkegiatan di ranah penulisan sastra. Baginya, sastra merupakan metode pencatatan sejarah alternatif.
Karya-karyanya, baik berupa puisi,
cerpen, maupun lanturan,
dapat dijumpai di akun
Medium miliknya.
AKU, IBUK, DAN PUISI
adalah perjalanan seorang anak yang belajar mencintai kata, bukan dari buku-buku mewah atau guru sastra, melainkan dari seorang ibu sederhana yang pernah bermimpi menjadi penyair.
Di balik rabun yang merenggut kepenyairannya, Ibuk tetap menyalakan api sastra lewat cerita, tulisan, dan kiriman puisi ke Radio TT 77, tempat nama penanya, Kamsatina Ulfania, pernah mengudara setiap Minggu di kota Malang tahun 80-an.
Dari sanalah cinta pada puisi bersemi. Dari sanalah seorang ibu yang lulusan SD yang harus tunduk pada istilah macak-masak-manak, diam-diam menjadi pemberontak yang mengajarkan keberanian menulis kepada anaknya.
Buku ini adalah penanda dan doa.
Penanda bahwa sang anak masih menulis, meski dunia sering berkata sebaliknya.
Doa untuk Ibuk, yang semoga mendengar setiap puisi yang lahir dari tangan anaknya dengan mata yang tak lagi rabun di surga.
Sebuah buku tentang warisan cinta, pemberontakan sunyi, dan puisi sebagai jalan pulang
Lalu,
hujan yang laras pada malam itu mewujud Aku:
yang memelukmu
seusai upacara kematianMu.
AKU, IBUK, DAN PUISI
adalah perjalanan seorang anak yang belajar mencintai kata, bukan dari buku-buku mewah atau guru sastra, melainkan dari seorang ibu sederhana yang pernah bermimpi menjadi penyair.
Di balik rabun yang merenggut kepenyairannya, Ibuk tetap menyalakan api sastra lewat cerita, tulisan, dan kiriman puisi ke Radio TT 77, tempat nama penanya, Kamsatina Ulfania, pernah mengudara setiap Minggu di kota Malang tahun 80-an.
Dari sanalah cinta pada puisi bersemi. Dari sanalah seorang ibu yang lulusan SD yang harus tunduk pada istilah macak-masak-manak, diam-diam menjadi pemberontak yang mengajarkan keberanian menulis kepada anaknya.
Buku ini adalah penanda dan doa.
Penanda bahwa sang anak masih menulis, meski dunia sering berkata sebaliknya.
Doa untuk Ibuk, yang semoga mendengar setiap puisi yang lahir dari tangan anaknya dengan mata yang tak lagi rabun di surga.
Sebuah buku tentang warisan cinta, pemberontakan sunyi, dan puisi sebagai jalan pulang
Alien di Pelataran Rumah
©Penimbun Peluru, 2025
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Editor : Agyl Ramadhan
Penata Cover : Margaretha Dwi Lestari, S.Pd
Layouter : Satria Eka Saputra, S.Pd
Cetakan Pertama, November 2025
viii + 60 halaman; 14,5 cm x 20,5 cm
ISBN : 978-634-04-5335-5
QRCBN : 62-4121-3648-133
Website : www.cahayateratai.com
Email : cahayaterataipublishing@gmail.com
Instagram : @cahayaterataipublishing
TikTok : @cahayaterataipublishing
Diterbitkan pertama kali oleh: CV Cahaya Teratai Publishing, 2025
Jalan Tirtosari, Perumahan Inside Blok A4, Dusun Klandungan, Desa Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur 65151
Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak maupun mengedarkan buku dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit maupun penulis. Isi di luar tanggung jawab penerbit.









Ulasan
Belum ada ulasan.